Bagi yang punya tugas tentang MAKALAH ADAB BERPERGIAN, BERPAKAIAN DAN BERTAMU ATAU MENERIMA TAMU DALAM ISLAM ini dia ada dibawah !
Artinya: “hai orang-orang yang beriman, hendaklah budak-budak (lelaki dan wanita) yang kamu miliki, dan orang-orang yang belum balig di antara kamu, meminta izin kepada kamu tiga kali (dalam satu hari) yaitu: sebelum sembahyang subuh, ketika kamu menanggalkan pakaian (luar)mu di tengah hari dan sesudah sembahyang Isya’.(Itulah) tiga ‘aurat bagi kamu. Tidak ada dosa atasmu dan tidak (pula) atas mereka selain dari (tiga waktu) itu. Mereka melayani kamu, sebahagian kamu (ada keperluan) kepada sebahagian (yang lain). Demikianlah Allah menjelaskan ayat-ayat bagi kamu. Dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.(QS An Nur : 58)
KATA PENGANTAR
Segala puji hanya milik Allah SWT. Shalawat dan salam selalu tercurahkan kepada Rasulullah SAW. Berkat limpahan dan rahmat-Nya penyusun mampu menyelesaikan tugas makalah ini guna memenuhi tugas mata pelajaran Pendidikan Agama Islam.
Agama sebagai sistem kepercayaan dalam kehidupan umat manusia dapat dikaji melalui berbagai sudut pandang. Islam sebagai agama yang telah berkembang selama empat belas abad lebih menyimpan banyak masalah yang perlu diteliti, baik itu menyangkut ajaran dan pemikiran keagamaan maupun realitas sosial, politik, ekonomi dan budaya.
Dalam penyusunan tugas atau materi ini, tidak sedikit hambatan yang penulis hadapi. Namun penulis menyadari bahwa kelancaran dalam penyusunan materi ini tidak lain berkat bantuan, dorongan, dan bimbingan orang tua, sehingga kendala-kendala yang penulis hadapi teratasi.
Makalah ini disusun agar pembaca dapat memperluas ilmu tentang kaitan Etos Kerja Bangsa Jepang dan Islam, yang kami sajikan berdasarkan pengamatan dari berbagai sumber informasi, referensi, dan berita. Makalah ini di susun oleh penyusun dengan berbagai rintangan. Baik itu yang datang dari diri penyusun maupun yang datang dari luar. Namun dengan penuh kesabaran dan terutama pertolongan dari Allah akhirnya makalah ini dapat terselesaikan.
Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas dan menjadi sumbangan pemikiran kepada pembaca khususnya para mahasiswa Universitas Mercu Buana. Saya sadar bahwa makalah ini masih banyak kekurangan dan jau dari sempurna. Untuk itu, kepada dosen pembimbing saya meminta masukannya demi perbaikan pembuatan makalah saya di masa yang akan datang dan mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca.
Senin, 21 Januari 2013
Kami
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Tujuan
C. Rumusan Masalah
BAB II PEMBAHASAN MASALAH
A. Adab Berpergian Dalam Islam
B. Adab Bertamu Dan Menerima Tamu Dalam Islam
C. Adab Dalam Berpakaian Dalam Islam
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
DAFTAR ISI
A. Adab Berpergian dalam Islam
a. Pengertian Berpergian
Dalam Islam, berpergian (rihlah) bermakna berpindah dari satu tempat ke tempat lainnya untuk mencapai tujuan baik materi maupun nonmateri. Adapun gerakan yang dilakukan selama rihlah dalam menempuh suatu jarak tertentu disebut safar.
b. Contoh Berpergian
1. Berpergian untuk keselamatan
Contoh : hijrah yang dilakukan nabi dan para sahabat saat dakwah islam pertama di Mekkah.
2. Berpergian untuk tujuan keagaman
Contoh : berpergian untuk menuntut ilmu, silaturahmi, mencari ibrah (hikmah atas kebesaran Allah), menggunjungi tempat-tempat mulia, dan lain-lain.
3. Berpergian untuk kemaslahatan duniawi
Contoh : berpergian untuk menengahi sebuah pertikaian, untuk dakwah, untuk bermusyawarah hal-hal penting, dll.
4. Turisme
Contoh : naik gunung, berwisata ke suatu tempat,dll.
c. Hikmah dan Tujuan Berpergian
v Hikmah Berpergian
Hikmah rihlah bukan hanya menambah ikatan cinta antar anggota masyarakat karena saling kunjung mengunjungi tapi juga memperdalam ketaatan kepada Allah. “Maka tidakkah mereka mengadakan perjalanan di muka bumi sehingga dapat memperhatikan bagaimana kesudahan orang-orang yang sebelum mereka ; Allah telah menimpakan kebinasaan atas mereka dan orang-orang kafir akan menerima (akibat-akibat) seperti itu.” (QS. 47:10).
v Tujuan Berpergian
Di dunia, dalam kehidupan manusia, Islam selalu menyerukan agar manusia dalam bepergian dan bergerak menghasilkan kebaikan dunia dan akhirat. Dari maksud tersebut, manusia akan mendapatkan nilai plus pada rihlah. Jadi bukan hanya kesenangan saja yang didapat dari rihlah itu tetapi pahala atau ganjaran dari Allah SWT juga akan diraih. Urusan seorang muslim bergerak dan berpindah-pindah untuk mendapatkan rezeki, menuntut ilmu, melaksanakan haji atau umrah, menjenguk kawan, menjenguk orang sakit dan sebagainya. Semua kegiatan tersebut bernilai ibadah jika tujuan berpergian dalam rangka mencari ridho Allah semata.
B. Adab Bertamu dalam Islam
a. Pengertian Bertamu
Bertamu adalah salah satu cara untuk menyambung tali persahabatan yang dianjurkan oleh Islam. Islam memberi kebebasan untuk umatnya dalam bertamu. Tata krama dalam bertamu harus tetap dijaga agar tujuan bertamu itu dapat tercapai. Apabila tata krama ini dilanggar maka tujuan bertamu justru akan menjadi rusak, yakni merenggangnya hubungan persaudaraan. Islam telah memberi bimbingan dalam bertamu, yaitu jangan bertamu pada tiga waktu aurat.
Yang dimaksud dengan tiga waktu aurat ialah sehabis zuhur, sesudah isya’, dan sebelum subuh. Allah SWT berfirman:
Ketiga waktu tersebut dikatakan sebagai waktu aurat karena waktu-waktu itu biasanya digunakan. Lazimnya, orang yang beristirahat hanya mengenakan pakaian yang sederhana (karena panas misalnya) sehingga sebagian dari auratnya terbuka. Apabila budak dan anak-anak kecil saja diharuskan meminta izin bila akan masuk ke kamar ayah dan ibunya, apalagi orang lain yang bertamu. Bertamu pada waktu-waktu tersebut tidak mustahil justru akan menyusahkan tuan rumah yang hendak istirahat, karena terpaksa harus berpakaian rapi lagi untuk menerima kedatangan tamunya.
b. Contoh Bertamu
1. Berpakaian yang rapi dan pantas
Bertamu dengan memakai pakaian yang pantas berarti menghormati tuan rumah dan dirinya sendiri. Tamu yang berpakaian rapi dan pantas akan lebih dihormati oleh tuan rumah, demikian pula sebaliknya. Allah SWT berfirman :
Artinya: “Jika kamu berbuat baik (berarti) kamu berbuat baik bagi dirimu sendiri dan jika kamu berbuat jahat maka (kejahatan) itu bagi dirimu sendiri.... ” (QS Al Isra : 7)
2. Memberi isyarat dan salam ketika datang
Allah SWT berfirman:
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memasuki rumah yang bukan rumahmu sebelum meminta izin dan memberi salam kepada penghuninya. Yang demikian itu lebih baik bagimu, agar kamu (selalu) ingat.” (QS An Nur : 27)
Diriwayatkan bahwa:
اِنَّ رَجُلاً اِسْتَأْذَنَ عَلى النَّبِيِّ ص م وَ هُوَ فِى بَيْتٍ فَقَالَ : “اَلِجُ” فَقَالَ النَّبِيُّ ص م لِجَادِمِهِ : اُخْرُجْ اِلَى هَذَا فَعَلِّمْهُ الاِسْتِأْذَانَ فَقَلَ لَهُ : قُلْ “السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ اَ اَدْخُلْ” فَسَمِعَهُ الرِّجَلْ فَقُلْ “السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ اَ اَدْخُلْ” فَاَذِنَ النَّبِيُّ ص م قَدْ دَخَلَ (رواه ابو داود)
Artinya:”Bahwasanya seorang laki-laki meminta izin ke rumah Nabi Muhammad SAW sedangkan beliau ada di dalam rumah. Katanya: Bolehkah aku masuk? Nabi SAW bersabda kepada pembantunya: temuilah orang itu dan ajarkan kepadanya minta izin dan katakan kepadanya agar ia mengucapkan “Assalmualikum, bolehkah aku masuk” lelaki itu mendengar apa yang diajarkan nabi, lalu ia berkata “Assalmu alaikum, bolehkah aku masuk?” nabi SAW memberi izin kepadanya maka masuklah ia. (HR Abu Daud)
3. Jangan mengintip ke dalam rumah
Rasulullah SAW bersabda yang artinya: “Dari Sahal bin Saad ia berkata: Ada seorang lelaki mengintip dari sebuah lubang pintu rumah Rasullulah SAW dan pada waktu itu beliau sedang menyisir rambutnya. Maka Rasullulah SAW bersabda: ”Jika aku tahu engkau mengintip, niscaya aku colok matamu. Sesungguhnya Allah memerintahkan untuk meminta izin itu adalah karena untuk menjaga pandangan mata.” (HR Bukhari)
4. Minta izin masuk maksimal sebanyak tiga kali
Jika telah tiga kali namun belum ada jawaban dari tuan rumah, hendaknya pulang dahulu dan datang pada lain kesempatan.
5. Memperkenalkan diri sebelum masuk
Apabila tuan rumah belum tahu/belum kenal, hendaknya tamu memperkenalkan diri secara jelas, terutama jika bertamu pada malam hari. Diriwayatkan dalam sebuah hadits yang artinya: “Dari Jabir ra la berkata: Aku pernah datang kepada Rasulullah SAW lalu aku mengetuk pintu rumah beliau. Nabi SAW bertanya: “Siapakah itu?” Aku menjawab: “Saya” Beliau bersabda: “Saya, saya...!” seakan-akan beliau marah.” (HR Bukhari)
Kata “Saya” belum memberi kejelasan. Oleh sebab itu, tamu hendaknya menyebutkan nama dirinya secara jelas sehingga tuan rumah tidak ragu lagi untuk
menerima kedatangannya.
6. Tamu lelaki dilarang masuk kedalam rumah apabila tuan rumah hanya seorang wanita
Dalam hal ini, perempuan yang berada di rumah sendirian hendaknya juga tidak memberi izin masuk tamunya. Mempersilahkan tamu lelaki ke dalam rumah sedangkan ia hanya seorang diri sama halnya mengundang bahaya bagi dirinya sendiri. Oleh sebab itu, tamu cukup ditemui diluar saja.
7. Masuk dan duduk dengan sopan
Setelah tuan rumah mempersilahkan untuk masuk, hendaknya tamu masuk dan duduk dengan sopan di tempat duduk yang telah disediakan. Tamu hendaknya membatasi diri, tidak memandang kemana-mana secara bebas. Pandangan yang tidak dibatasi (terutama bagi tamu asing) dapat menimbulkan kecurigaan bagi tuan rumah. Tamu dapat dinilai sebagai orang yang tidak sopan, bahkan dapat pula dikira sebagai orang jahat yang mencari-cari kesempatan. Apabila tamu tertarik kepada sesuatu (hiasan dinding misalnya), lebih ia berterus terang kepada tuan rumah bahwa ia tertarik dan ingin memperhatikannya.
8. Menerima jamuan tuan rumah dengan senang hati
Apabila tuan rumah memberikan jamuan, hendaknya tamu menerima jamuan tersebut dengan senang hati, tidak menampakkan sikap tidak senang terhadap jamuan itu. Jika sekiranya tidak suka dengan jamuan tersebut, sebaiknya berterus terang bahwa dirinya tidak terbiasa menikmati makanan atau minuman seperti itu. Jika tuan rumah telah mempersilahkan untuk menikmati, tamu sebaiknya segera menikmatinya, tidak usah menunggu sampai berkali-kali tuan rumah mempersilahkan dirinya.
9. Mulailah makan dengan membaca basmalah dan diakhiri dengan membaca hamdalah
Rasulullah bersabda dalam sebuah hadits yang artinya: “Jika seseorang diantara kamu hendak makan maka sebutlah nama Allah, jika lupa menyebut nama Allah pada awalnya, hendaklah membaca: Bismillahi awwaluhu waakhiruhu.” (HR Abu Daud dan Turmudzi)
10. Makanlah dengan tangan kanan, ambilah yang terdekat dan jangan memilih
Islam telah memberi tuntunan bahwa makan dan minum hendaknya dilakukan dengan tangan kanan, tidak sopan dengan tangan kiri (kecuali tangan kanan berhalangan). Cara seperti ini tidak hanya dilakukan saat bertamu saja. Melainkan dalam berbagai suasana, baik di rumah sendiri maupun di rumah orang lain.
11. Bersihkan piring, jangan biarkan sisa makanan berceceran
Sementara ada orang yang merasa malu apabila piring yang habis digunakan untuk makan tampak bersih, tidak ada makanan yang tersisa padanya. Mereka khawatir dinilai terlalu lahap. Islam memberi tuntunan yang lebih bagus, tidak sekedar mengikuti perasaan manusia yang terkadang keliru. Tamu yang menggunakan piring untuk menikmati hidangan tuan rumah, hendaknya piring tersebut bersih dari sisa makanan. Tidak perlu menyisakan makanan pada piring yang bekas dipakainya yang terkadang menimbulkan rasa jijik bagi yang melihatnya.
12. Segeralah pulang setelah selesai urusan
Kesempatan bertamu dapat digunakan untuk membicarakan berbagai permasalahan hidup. Namun demikian, pembicaraan harus dibatasi tentang permasalahan yang penting saja, sesuai tujuan berkunjung. Hendaknya dihindari pembicaraan yang tidak ada ujung pangkalnya, terlebih membicarakan orang lain. Tamu yang bijaksana tidak suka memperpanjang waktu kunjungannya, ia tanggap terhadap sikap tuan rumah. Apabila tuan rumah telah memperhatikan jam, hendaknya tamu segera pamit karena mungkin sekali tuan rumah akan segera pergi atau mengurus masalah lain. Apabila tuan rumah menghendaki tamunya untuk tetap tinggal dahulu, hendaknya tamu pandai-pandai membaca situasi, apakah permintaan itu sungguh-sungguh atau hanya sekedar pemanis suasana. Apabila permintaan itu sungguh-sungguh maka tiada salah jika tamu memperpanjang masa kunjungannya sesuai batas kewajaran.
c. Hikmah dan Tujuan Bertamu
Hikmah dan Tujuan Bertamu yaitu mempererat tali silaturrahim dan semangat kebersamaaan antar sesama manusia.
C. Adab Menerima Tamu dalam Islam
a. Kewajiban Menerima Tamu
Sebagai agama yang sempurna, Islam juga memberi tuntunan bagi umatnya dalam menerima tamu. Demikian pentingnya masalah ini (menerima tamu) sehingga Rasulullah SAW menjadikannya sebagai ukuran kesempurnaan iman. Artinya, salah satu tolak ukur kesempurnaan iman seseorang ialah sikap dalam menerima tamu. Sabda Rasulullah SAW:
مَنْ كَاَنَ يُؤْمِنُ بِا اللهِ وَالْيَوْمِ الاَخِرِ فَالْيُكْرِمْ ضَيْفَهُ (رواه البخارى)
Artinya: “Barang siapa beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaknya ia memuliakan tamunya.”(HR Bukhari)
b. Contoh Menerima Tamu
1. Berpakaian yang pantas
Sebagaimana orang yang bertamu, tuan rumah hendaknya mengenakan pakaian yang pantas pula dalam menerima kedatangan tamunya. Berpakaian pantas dalam menerima kedatangan tamu berarti menghormati tamu dan dirinya sendiri. Islam menghargai kepada seorang yang berpakain rapi, bersih dan sopan. Rasulullah SAW bersabda yang artinya: “ Makan dan Minumlah kamu, bersedekah kamu dan berpakaianlah kamu, tetapi tidak dengan sombong dan berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah amat senang melihat bekas nikmatnya pada hambanya.” (HR Baihaqi)
2. Menerima tamu dengan sikap yang baik
Tuan rumah hendaknya menerima kedatangan tamu dengan sikap yang baik, misalnya dengann wajah yang cerah, muka senyum dan sebagainya. Sekali-kali jangan acuh, apalagi memalingkan muka dan tidak mau memandangnya secara wajar. Memalingkan muka atau tidak melihat kepada tamu berarti suatu sikap sombong yang harus dijauhi sejauh-jauhnya.
3. Menjamu tamu sesuai kemampuan
Termasuk salah satu cara menghormati tamu ialah memberi jamuan kepadanya.
4. Tidak perlu mengada-adakan
Kewajiban menjamu tamu yang ditentukan oleh Islam hanyalah sebatas kemampuan tuan rumah. Oleh sebab itu, tuan rumah tidak perlu terlalu repot dalam menjamu tamunya. Bagi tuan rumah yang mampu hendaknya menyediakan jamuan yang pantas, sedangkan bagi yang kurang mampu hendaknya menyesuaikan kesanggupannya. Jika hanya mampu memberi air putih maka air putih itulah yang disuguhkan. Apabila air putih tidak ada, cukuplah menjamu tamunya dengan senyum dan sikap yang ramah.
5. Lama waktu
Sesuai dengan hak tamu, kewajiban memuliakan tamu adalah tiga hari, termasuk hari istimewanya. Selebihnya dari waktu itu adalah sedekah baginya. Sabda Rasulullah SAW:
اَلضِّيَافَةُ ثَلاَثَةُ اَيَّامٍ فَمَا كَانَ وَرَاءَ ذَالِكَ فَهُوَ صَدَقَةُ عَلَيْهِ (متفق عليه)
Artinya: “ Menghormati tamu itu sampai tiga hari. Adapun selebihnya adalah merupakan sedekah baginya.” (HR Muttafaqu Alaihi)
6. Antarkan sampai ke pintu halaman jika tamu pulang
Salah satu cara terpuji yang dapat menyenangkan tamu adalah apabila tuan rumah mengantarkan tamunya sampai ke pintu halaman. Tamu akan merasa lebih semangat karena merasa dihormati tuan rumah dan kehadirannya diterima dengan baik.
c. Hikmah dan Tujuan Menerima Tamu
Hikmah dan Tujuan Bertamu yaitu mempererat tali silaturrahim dan semangat kebersamaaan antar sesama manusia.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Berpergian (rihlah) yaitu berpindah dari satu tempat ke tempat lainnya untuk mencapai tujuan baik materi maupun nonmateri.
2. Contoh Berpergian :
§ Berpergian untuk keselamatan.
§ Berpergian untuk tujuan keagaman.
§ Berpergian untuk kemaslahatan duniawi.
§ Turisme.
3. Hikmah berpergian yaitu menambah ikatan cinta antar anggota masyarakat karena saling kunjung mengunjungi sedangkan Tujuan berpergian yaitu mencari ridho Allah semata.
4. Bertamu adalah salah satu cara untuk menyambung tali persahabatan yang dianjurkan oleh Islam.
5. Contoh Bertamu dalam islam yaitu :
§ Berpakaian yang rapi dan sopan.
§ Memberi isyarat dalam salam ketika datang.
§ Jangan mengintip kedalam rumah.
§ Minta izin masuk maksimal sebanyak tiga kali.
§ Memperkenalkan diri sebelum masuk.
§ Tamu lelaki dilarang masuk kedalam rumah apabila tuan rumah hanya seorang wanita.
§ Masuk dan duduk dengan sopan.
§ Menerima jamuan tuan rumah dengan senang hati.
§ Mulailah makan dengan membaca basmalah dan diakhiri dengan membaca hamdalah.
§ Makanlah dengan tangan kanan, ambilah yang terdekat dan jangan memilih.
§ Bersihkan piring, jangan biarkan sisa makanan berceceran.
§ Segeralah pulang setelah selesai urusan.
6. Hikmah dan tujuan bertamu/menerima tamu adalah mempererat tali silaturrahim dan semangat kebersamaaan antar manusia.
7. Contoh Menerima Tamu :
§ Berpakaian yang sopan.
§ Menerima tamu dengan sikap yang baik.
§ Menjamu tamu sesuai dengan kemampuan.
§ Tidak perlu mengada-adakan
§ Lama waktu.
§ Antarkan sampai ke pintu halaman jika tamu pulang.
Sumber : http://drianti.blogspot.com/2012/06/adab-bertamu-atau-menerima-tamu-dalam.html Diposkan oleh Desi Rianti di 01.07
SABTU, 07 JANUARI 2012
Adab Berpakaian
BAB II
PEMBAHASAN
A. Adab Berpakaian
Orang Islam memandang bahwa berpakaian termasuk sesuatu yang diperintahkan agama. Seperti halnya dalam Firman Allah SWT :
“ Hai anak adam, pakailah pakaianmu yang indah setiap (memasuki) mesjid. Makan dan minumlah, tetapi jangan berlebih-lebihan.” (al-A’raf : 31).
Firman Allah :
“ Hai anak adam , sesungguhnya kami telah menurunkan padamu pakaian untuk menutupi auratmu dan pakaian indah untuk perhiasan dan pakaian takwa itulah yang paling baik.”(al-A’raf : 26).
Firmn Allah SWT :
“…dan Dia jadikan bagimu pakaian yang memeliharamu dari panas dn pakaian (baju besi) yang memelihara kamu dari peperangan…”(an-Nahl : 81).[1]
Rasulullah bersabda : “Makanlah, minumlah, berpakaianlah tanpa berlebih-lebihan tanpa tidak sombong.”
Sebagaimana Nabi SAW juga telah menerangkan mana pakaian yang boleh dan mana yang disunahkan memakainya. Oleh karena itu, orang Islam wajib berpakaian dengan adab-adab sebagai berikut :
a) Laki-laki dilarang memakai sutra secara mutlak, baik untuk baju sorban atau lain-lainnya
b) Janganlah memanjangkan baju, celana, kopiah, jas, atau mantel melebihi mata kaki.
Rasulullah bersabda :
“kain yang dipakai di bawah mata kaki berada dalam neraka.”
“Orang yang memakai kain, kemeja dan sorban dengan diturunkan (dipanjangkan) karena kesombongan, maka Allah tidak akan melihatnya pada hari kiamat.”
Rasulullah bersabda :
“Allah tidak mau memandang orang yang menurunkan bajunya karena sombong.” (Muttafaq ‘alaih).
c) Hendaklah mengutamakan pakaian putih dari yang lain dengan tetap memandang pakaian berwarna diperbolehkan mengenakannya.
d) Hendaklah perempuan muslimah berpakaian panjang sampai menutupi kedua kakinya dan kerudungnya menutupi kepala, tengkuk, leher dan dadanya.
e) Laki-laki dilarang memakai cincin emas.
f) Dibolehkan bagi laki-laki Muslim memakai cincin perak.
g) Janganlah berselubung kain, yaitu menutup seluruh badannya dengan kain, sehingga kedua tangannya tak bisa keluar dari kainnya.
h) Laki-laki Muslim tidak boleh memakai pakaian seperti perempuan Muslimah, begitu pula sebaliknya.
i) Apabila memakai sandal (sepatu) mulailah dengan yang kanan dan bila membukanya, mulailah dengan yang kiri.
j) Hendaklah memakai pakaian dari bagian kanan dulu.
k) Apabila memakai baju baru, sorban baru atau yang serba baru hendaklah mengucapkan do’a ataupun dalam berpakaian sehari-hari.[2]
B. Pakaian untuk Berfoya-foya dan Kesombongan
Ketentuan secara umum dalam hubungannya dengan masalah menikmati hal-hal yang baik, yng berupa makanan, minuman, ataupun pakaian ialah tidak boleh berlebih-lebihan dan untuk kesombongan. Berlebih-lebihan ialah melewati batas ketentuan dalam menikmati yang halal. Yang disebut kesombongan adalah erat sekali hubungannya dengan masalah niat, dan hati manusia itu berkait dengan masalah yang lahir. Dengan demikian, apa yang disebut dengan kesombongan itu ialah bermaksud untuk bermegah-megah dan menunjuk-nunjukkan serta menyombongkan diri terhadap orang lain. Padahal, Allah sama sekali tidak suka terhadap orang yang sombong.
Seperi Firman Allah :
“Allah tidak suka kepada setiap orang yang angkuh dan sombong.”(al-Hadid : 23)
Kemudian, agar setiap muslim dapat menjauhkan diri dari ha-hal menyebabkan kesombongan, maka Rasulullah SAW, melarang berpakaian yang berlebih-lebihan. Hal tersebut akan dapat menimbulkan perasaan angkuh dan membanggakan diri pada orang lain dengan bentuk-bentuk lahiriyah yang kosong itu.[3]
C. Pakaian Menyeret Tanah
Materi dan arti Hadits :
حَدَّثَنَا اِسْمَاعِيْلُ قَالَ حَدَّثَنِيْ مَالِكٌ عَنْ نَافِعٍ وَعَبْدِ اللهِ بْنِ دِيْنَارٍ وَزَيْدٍ بْنِ أَسْلَمَ يُخْبِرُوْ نَهُ عَنْ ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لاَ يَنْظُرُ اللهُ اِلَى مَنْ جَرَّ ثَوْبَهُ خُيَلاَءَ (اخرجه البخار ي فى كتاب اللباس باب قول الله تعالى قل من حرم زينة الله التي اخرج...)
Artinya :
…Abdullah Ibn Umar Ra. Bahwasanya Rasulullah SAW bersabda : “Allah tidak akan melihat kepada orang yang menyeret pakaiannya dengan sombong “ ( HR. al-Bukhari dalam kitab pakaian Bab Firman Allah ta’ala “Katakanlah barang siapa yang mengharamkan Hiasan Allah yang…)”[4]
D. Larangan Menjulurkan Pakaian (pakaian yang menyeret tanah)
Menjulurkan pakaian disebut juga dengan Isbal yaitu menjulurkan pakaian dibawah mata kaki. Seperti yang telah di jelaskan pada kajian hadits di atas, bahwasanya melakukan isbal itu dilarang.
Dalam riwayat Imam Ahmad dan Bukhari :
مَا أسْفَلَ مِنَ الكَعْبَيْنِ مِنَ الأِزَارِ فَفِيْ النَّارِ. ( رواه البخا ري)
“Apa saja yang berada di bawah mata kaki berupa sarung maka tempatnya di Neraka.”
Rasullullah SAW bersabda : “Ada tiga golongan yang tidak akan diajak bicara oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala di hari kiamat.”
“Tidak dilihat dan dibesihkan serta akan mendapatkan azab yang pedih yaitu seseorang yang melakukan isbal pengungkit pemberian dan orang yang menjual barang dagangannya dengan sumpah palsu.” (Hr Muslim Abu Daud Turmudzi Nasa’i & Ibnu Majah).
Oleh karena itu, kita sebagai umat muslim dalam keadaan kita mengetahui ancaman keras bagi pelaku Isbal kita lihat sebagian kaum muslimin tidak mengacuhkan masalah ini. Dia membiarkan pakaiannya atau celananya turun melewati kedua mata kaki. Bahkan kadang- kadang sampai menyapu tanah. Ini adalah merupakan kemungkaran yang jelas. Dan ini merupakan keharaman yang menjijikan. Dan merupakan salah satu dosa yang besar. Maka wajib bagi orang yang melakukan hal itu untuk segera bertaubat kepada Allah SWT dan juga segera menaikkan pakaiannya kepada sifat yang disyari’atkan.
Rasullullah SAW bersabda : “Sarung seorang mukmin sebatas pertengahan kedua betisnya. Tidak mengapa ia menurunkan dibawah itu selama tidak menutupi kedua mata kaki. Dan yang berada dibawah mata kaki tempatnya di neraka.”[5]
Isbal terdiri dari dua jenis :
1. Menjulurkan pakaiannya karena perasaan sombong.
2. Menjulurkan pakaian hingga melewati mata kaki tanpa disertai kesombongan.
Adapun jenis yang pertama, yang menjulurkan pakaiannya karena perasaan sombong, Nabi SAW menyebutkan empat macam siksaan yang akan ditimpakan kepada pelakunya : Tidak diajak bicara oleh Allah SWT, tidak akan dilihat dengan penglihatan rahmat, tidak akan disucikan dan akan ditimpakan kepadanya siksaan yang pedih. Empat jenis siksaan inilah yang akan ditimpakan kepada orang yang menjulurkan pakaiannya hingga melebihi mata kaki disertai kesombongan.
Abu Bakar RA. Bertanya kepada Rasulullah tatkala mendengar Hadits tersebut, “Ya Rasulullah, salah satu ujung kain sarungku selalu melorot jika tidak aku jaga.” Maksud Abu Bakar : Apakah aku juga termasuk orang yang akan mendapat ancaman siksaan tersebut ?
Rasulullah SAW menjawab : “ Engkau tidak termasuk orang yang melakukannya karena sombong.”
Di sini Rasulullah SAW telah memberikan rekomendasi kepada Abu Bakar bahwa ia tidak melakukannya karena perasaan sombong. Sedangkan orang yang mendapat adzab itu khusus untuk orang-orang yang sombong.
Adapun orang-orang yang melakukan isbal tidak karena sombong, maka mereka mendapatkan ancaman yang lebih ringan, yaitu seperti yang tercantum dalam hadits Abu Hurairah RA bahwasanya Rasulullah SAW bersabda : “ Kain sarung yang berada di bawah mata kaki tempatnya di dalam neraka.”
Untuk orang seperti ini, hanya mendapatkan satu ancaman, dan siksaannya tidak dijatuhkan untuk seluruh anggota badannya. Siksaan itu khusus untuk bagian tubuh yang melanggar syariat, yaitu pakaian yang terjulur di bawah mata kaki. Apabila baju atau celana panjang yang dipakai seseorang menjulur hingga melewati mata kaki maka bagian yang terjulur tadi akan mendapatkan siksa neraka. Namun siksaan itu tidak mengenai anggota tubuh yang lainnya. Hal itu dikarenakan kadar siksaannya disesuaikan dengan sedikit banyaknya kain yang terjulur.[6]
Ummu Salamah bertanya kepada Rasulullah SAW : “Bagaimana kaum wanita harus membuat ujung pakaiannya?”
“Hendaklah mereka menurunkan pakaian mereka sejengkal (dari pertengahan betis kaki),” jawab Rasulullah SAW.
Selanjutnya Ummu Salamah berkata : “kalau begitu kaki mereka tetap tampak ?”Beliau berkata : “Hendaklah mereka menurunkan satu hasta dan tidak bleh melebihinya.” (HR. An-Nasa’i)
Dari Ummu Salamah, bahwasanya ada seorang wanita yang berkata kepada Ummu Salamah Radhiyallahu Anha : “Aku memanjangkan bajuku, lalu aku berjalan di tempat yang kotor.” Ummu Salamah menjawab : “Rasulullah SAW pernah bersabda, ‘ujung baju itu akan dibersihkan oleh tanah berikutnya.” (HR.Ahmad dan Abu Dawud)
Ada seorang wanita dari Bani Abdul Asyal yang menceritakan, aku pernah bertanya : “Ya Rasulullah sesungguhnya kami memiliki jalan menuju ke mesjid yang becek, lalu apa yang harus kam lakukan jika turun hujan?”Beliau mengatakan : “Bukankan setelah jalan tersebut ada jalan yang leih bersih darinya?” “Ya,” Jawabnya. Lebih lanjut beliau mengatakan : “Yang ini (dibersihkan) oleh yang ini.” (HR.Abu Dawud)
Sidiq Khan Al-Bukhari mengatakan : “Bagian yang terkena najis dibersihkan dengan mencucinya sehingga tidak ada lagi bekas najis tersebut, baik warna maupun baunya. Sedangkan bagian yang tidak mungkin dicuci, misalnya lantai, maka cara mensucikannya adalah dengan menyiramnya sehingga tidak ada bekas najis padanya. Dan air merupakan alat pokok untuk membersihkan dan mensucikan, dan tidak ada yang dapat menggantikannya kecuali yang dibenarkan syari’at, sebagaimana yang disebutkan dalam hadits di atas.[7]
E. Analisis
Dari beberapa penjelasan hadits-hadits di atas, dapat kita ketahui bahwasanya seseorang yang melakukan Isbal yaitu yang menjulurkan pakaiannya dengan disertai perasaan sombong, kepadanya diberikan ancaman dengan empat macam siksaan yang akan ditimpakan kepada pelakunya seperti yang telah disebutkan di atas.
Adapun orang-orang yang melakukan Isbal tidak karena sombong, maka mereka mendapatkan ancaman yang lebih ringan.
Kita sebagai umat Islam sudah sepantasnyalah memakai pakaian yang baik menurut agama yaitu memakai pakaian yang tidak berlebih-lebihan dan menutup aurat.
BAB III
PENUTUP
SIMPULAN
Dalam hal berpakaian ada yang dinamakan dengan Isbal yaitu menjulurkan pakaian atau memanjangkan kain hingga melebihi mata kaki. Isbal terdiri dari dua jenis yaitu:
1. Menjulurkan pakaiannya karena perasaan sombong, pelakunya diberi ancaman dengan empat macam siksaan ( Tidak diajak bicara oleh Allah SWT, tidak akan dilihat dengan penglihatan rahmat, tidak akan disucikan dan akan ditimpakan kepadanya siksaan yang pedih).
2. Menjulurkan pakaian hingga melewati mata kaki tanpa disertai kesombongan, untuk orang seperti ini mendapatkn ancaman yang lebih ringan, siksaannya tidak dijatuhkan untuk seluruh anggota badannya, akan tetapi siksaan tersebut khusus untuk bagian tubuh yang melanggar syariat.
DAFTAR PUSTAKA
Al Qur’an Al-Karim dan Terjemahnya
Bakr Jabir, Abu. 1996. Pedoman Hidup Muslim. Litera Antar Nusa : Jakarta
Ishmah, Ali. Tadzkiirusy Syabaab bimaa Ja’a Fii Isbalits Tsiyab. Adz-Dzahabi : Medan
Ja’far, Abidin. 2006. Hadits Nabawi. Antasari Press : Banjarmasin
M. Uwaidah, Syaikh Kamil. 1998. Fiqih Wanita. Pustaka Al-Kautsar : Jakarta
Muhammad, Syaikh. 2009. Syarah Riyadus Shalihin Jilid 3. Darus Sunnah : Jakarta
Qardhawi, Yusuf. 2003. Halal & Haram dalam Islam. Bina Ilmu Offset : Surabaya
[1] Al-Qur”anul Karim dan Terjemahnya
[2] Abu Bakr Jabir, Pedoman Hidup Musim, ( Jakarta : Litera Antar Nusa, 1996 ), h. 210-215
[3] Yusuf Qardahawi, Halal & Haram dalam Islam, ( Surabaya : Bina Ilmu Offset, 2003 ), h.115
[4] Abidin Ja’far, Hadits Nabawi, ( Banjarmasin : Antasari Press, 2006 ), h. 65
[5]Ali Ishmah, Tadzkirusy Syabaab bimaa Ja’a Fii Isbalits Tsiyab “ hukum Isbal”, ( Medan : Adz-Dzahabi)
[6] Syaikh Muhammad, Syarah Riyadus Shalihin Jilid 3, ( Jakarta : Darus Sunnah, 2009 ), h. 287-288
[7] Syaikh Kamil M. Uwaidah, Fiqih Wanita, ( Jakarta : Pustaka Al-Kautsar, 1998 ), h. 658
0 Response to "MAKALAH ADAB BERPERGIAN, BERPAKAIAN DAN BERTAMU ATAU MENERIMA TAMU DALAM ISLAM "
Posting Komentar